Solusi atas Degradasi Lahan di Riau, Indonesia: Suatu Perspektif


Forum Bisnis Pengelolaan Tanah Berkelanjutan* di Ankara, Turki pada tanggal 21 Oktober 2015, Pimpinan Grup APRIL, Bey Soo Khiang, membahas bagaimana kemitraan sektor publik dan swasta dapat membantu mencegah degradasi lahan serta mencapai pembangunan ekonomi di tingkat daerah dan tingkat nasional.

Pimpinan APRIL Bey Soo Khiang bergabung dengan CEO lainnya di Panel CEO WBCSD tentang Kontribusi Bisnis pada Netralitas Degradasi Lahan

Pimpinan APRIL Bey Soo Khiang bergabung dengan CEO lainnya di Panel CEO WBCSD tentang Kontribusi Bisnis pada Netralitas Degradasi Lahan

Diselenggarakan oleh Konvensi PBB untuk Memerangi Penggurunan (UNCCD) dan Dewan Bisnis Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (WBCSD) pada Konferensi ke-12 dari Para Pihak, forum disusun sebagai suatu kesempatan bagi perusahaan-perusahaan, LSM-LSM dan pemerintah untuk membahas strategi dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan untuk mencegah degradasi lahan.

Berdasarkan pengalamannya, Bey mengatakan bahwa menghilangkan penyebab deforestasi di pedalaman Indonesia seperti perambahan liar dan metode tebang bakar, harus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam bentang alam. Hal ini untuk memastikan terjaganya keanekaragaman hayati dan ekosistem secara keseluruhan, juga memastikan keberlanjutan masyarakat dan bisnis dimana suatu perusahaan beroperasi.

Dalam pengalaman Grup APRIL, ia mengatakan bahwa keberhasilan dapat dicapai dengan menciptakan peluang mata pencaharian alternatif yang mengurangi tekanan terhadap hutan dengan menghapus insentif ekonomi pada kegiatan terkait deforestasi untuk keuntungan finansial jangka pendek. Alternatif-alternatif ini meliputi aspek alih daya rantai pasokan perusahaan sampai bisnis komunitas milik lokal, menyediakan outlet untuk talenta kewirausahaan lokal sekaligus menciptakan lapangan kerja dan peluang pertumbuhan ekonomi lokal. Peningkatan kapasitas dan meningkatkan kompetensi teknologi masyarakat setempat untuk mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja yang diimpor atau ekspatriat merupakan pendekatan positif lain. Dalam pengalaman APRIL, ini telah mengurangi jumlah ekspatriat sampai 80, dengan total tenaga kerja langsung lebih dari 5.000 sambil melakukan penyediaan pembiayaan modal dan pendampingan usaha berkelanjutan pada sekitar 200 bisnis yang dimiliki masyarakat.

Bey Soo Khiang, Chairman, APRIL Group speaking on the panel

Presiden WBCSD & CEO Peter Bakker bergabung dengan Pimpinan APRIL di Dialog Tingkat Tinggi tentang bagaimana bisnis dapat berkontribusi untuk memecahkan tantangan penurunan lahan.

Bey mengatakan bahwa terdapat potensi untuk mengadopsi pendekatan bentang alam secara nasional di Indonesia. Hal ini penting, katanya, untuk memastikan bahwa kawasan lahan yang luas yang tidak dikelola, saat ini rentan terhadap tekanan ekonomi di negara di mana 30 juta hidup dibawah garis kemiskinan.

Lebih lanjut, Bey menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi total kawasan hutan seluas 130 juta hektar. Dari kawasan ini, 74 juta hektar telah dialokasikan untuk hutan produksi, dengan 43 persen sisanya dari kawasan ini diadakan untuk konservasi dan perlindungan air dan tanah. Sebanyak 34 juta hektar tetap tidak dikelola dan rentan terhadap perambahan dan konversi ilegal melalui tebang-dan-bakar. Ini telah menyebabkan kebakaran dan krisis kabut asap saat ini yang sekali lagi sedang dialami oleh orang-orang dari Asia Tenggara.

Bey Soo Khiang, Chairman, APRIL Group at the press conference

Pimpinan APRIL berbicara kepada media dalam konferensi pers WBCSD untuk meluncurkan laporan tentang Netralitas Penurunan Lahan pada COP 12 dari UNCCD.

Ia juga menyarankan bahwa penting bagi pemerintah untuk terus mengembangkan yang memungkinkan kerangka kerja regulasi yang mendorong inisiatif konservasi dan pemulihan sektor publik-swasta lebih lanjut. Bey menyebut proyek Restorasi Ekosistem Riau (RER) dari Grup APRIL sebagai contoh kemitraan sector swasta-publik, di mana perusahaan telah mengelola 70.000 hektar hutan lahan gambut yang terlah terdegradasi dengan izin dari pemerintah, dengan lisensi eco-restorasi. Dalam implementasi, RER bermitra dengan Fauna & Flora International dan LSM sosial, Bidara, untuk merestorasi area yang telah terdegradasi.


Sebelumnya
Berikutnya

Arsip