Masyarakat Adat: Memperdalam Pemahaman dan Membangun Keterlibatan Bermakna
Keberhasilan implementasi Kerangka Kerja Perbaikan (remedy) FSC yang dijalankan oleh APRIL bergantung pada keterlibatan yang bermakna dan kolaborasi erat dengan masyarakat lokal serta masyarakat adat, bersama para pemangku kepentingan lainnya.
Sebagai bagian dari proses remedy, APRIL terus belajar dan memperkuat pemahaman serta pendekatannya dalam membangun hubungan dengan masyarakat. Kunci dari upaya ini adalah keterlibatan yang berlandaskan rasa hormat, kesediaan untuk mendengarkan dan komitmen membangun kepercayaan dengan tujuan memelihara hubungan jangka panjang.
Pasca partisipasi APRIL dalam FSC Remedy Forum yang baru-baru ini digelar di Jakarta—dimana para pemangku kepentingan dan pemegang hak menyerukan percepatan dan perluasan implementasi remedy- APRIL melihat peluang untuk membawa pembelajaran dari forum tersebut, khususnya terkait masyarakat adat, ke lingkup perusahaan.

Minnie Degawan, Managing Director, FSC Indigenous Foundation
Sebagai tindak lanjut, APRIL mengadakan webinar untuk internal perusahaan bersama Minnie Degawan, Managing Director FSC Indigenous Foundation, sebuah organisasi global yang berfokus pada pemajuan hak, nilai, dan kepemimpinan masyarakat adat dalam kerangka kerja FSC.
Minnie adalah penggiat yang telah mendedikasikan lebih dari tiga dekade untuk menyuarakan hak-hak masyarakat adat dan mengintegrasikan pengetahuan adat ke dalam aksi konservasi hutan secara global, termasuk melalui perannya di The Nature Conservancy dan Conservation International. Dalam sesi bersama karyawan APRIL di Jakarta, Riau, dan Kalimantan, Minnie membagikan wawasan berharga dari pengalamannya. Beberapa poin kunci yang dibagikan antara lain:
Mengintegrasikan Pengetahuan Adat
Menurut Minnie, motivasi utama dari keterlibatan yang bermakna dan hubungan yang kuat dengan masyarakat adat adalah tercapainya penggunaan sumber daya secara berkelanjutan dan efisien, bertumpu pada nilai bersama, serta terbentuknya kepercayaan dengan para pemegang hak.
Pengetahuan adat, yang terbentuk dari pengalaman lintas generasi, menyimpan praktik-praktik tradisional dan pemahaman mendalam terhadap ekosistem yang dapat memperkaya pengelolaan hutan secara holistik dan efektif. Seperti yang ia ungkapkan, kita perlu menyadari bahwa melalui kehadiran kita di suatu lanskap, “kita sedang memasuki rumah orang lain.”
Membina Keterlibatan yang Otentik
Sebelum menjalin keterlibatan dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal, praktik yang baik adalah melakukan pemetaan pemangku kepentingan secara menyeluruh serta analisis mendalam terhadap dinamika sosial, budaya, hukum, dan politik mereka, termasuk kondisi ekonominya. Landasan ini akan menjadi pijakan dalam menyusun strategi keterlibatan.
Temuan ini harus divalidasi langsung kepada masyarakat, lalu dikembangkan secara berkelanjutan seiring waktu, sambil memantau dinamika sosial yang terus berubah. Keterlibatan bukan sekadar kegiatan satu kali melainkan proses jangka panjang untuk membangun hubungan dan kepercayaan yang tulus. Ini membutuhkan validasi berkelanjutan dan fleksibilitas yang tinggi.
Salah satu kesalahpahaman yang sering kita dengar adalah anggapan bahwa masyarakat adat memerlukan pihak ketiga sebagai perantara untuk memahami proses. Minnie menekankan bahwa mereka sepenuhnya mampu bernegosiasi dan mengambil keputusan sendiri, asalkan proses tersebut dirancang secara adil dan sensitif terhadap budaya.
Ia mencontohkan bahwa dalam banyak budaya adat, sebuah dokumen tertulis mungkin sah secara hukum namun tidak memiliki makna sedalam berbagi makanan bersama yang sering menjadi simbol persetujuan dan komitmen dalam relasi adat. Hal ini menunjukkan pentingnya perusahaan dan perwakilannya untuk melampaui prosedur formal semata dan meluangkan waktu mempelajari tradisi, sistem pemerintahan dan cara komunikasi masyarakat.
Pemberdayaan Melalui Persetujuan
Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) diakui secara luas sebagai landasan utama dalam berinteraksi dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal. Namun, Minnie mengingatkan bahwa tidak ada satu format tunggal yang dapat diterapkan untuk semua kasus. Prinsip ini bukanlah daftar periksa, melainkan pendekatan relasional yang harus disesuaikan dengan konteks.
PADIATAPA menuntut keterlibatan berkelanjutan, rasa hormat terhadap waktu dan mekanisme masyarakat, serta kesiapan untuk mengikuti cara yang mereka pilih dalam membangun hubungan.
Minnie juga menyoroti bahwa persetujuan berada pada spektrum mulai dari “Tidak,” “Mungkin,” “Ya jika…,” hingga “Ya.” Penting bagi perusahaan untuk memahami dan secara aktif memverifikasi makna di balik persetujuan tersebut. Proses ini harus dilakukan secara berulang dan konsisten untuk membangun kepercayaan dan memastikan langkah perusahaan selaras dengan aspirasi masyarakat.
Komitmen Berkelanjutan Kami
Sesi bersama Minnie membantu meluruskan berbagai kesalahpahaman terkait keterlibatan dengan masyarakat adat sekaligus menjadi pengingat yang kuat bahwa pembelajaran berkelanjutan dan penyesuaian pendekatan merupakan hal penting untuk keberhasilan implementasi remedy.